Jumat, 28 Maret 2014

Makalah Hakikat dan Konten IPS

HAKIKAT DAN KONTEN IPS



BAB II
PEMBAHASAN

A.    HAKIKAT IPS
Pada bab ini akan diuraikan secara ringkas tentang Pokok Bahasan Hakikat IPS yang meliputi; Rasional, Sejarah, Definisi, dan Tujuan mempelajari IPS serta Sub PB Konsep-konsep Dasar IPS, Ilmu-ilmu Sosial dan Bidang Studi lain, dalam hubungannya dengan IPS. Namun sebelumnya akan di perjelas istilah kata hakikat IPS. Hakikat IPS dapat diartikan sebagai kebenaran, kenyataan yang sebenarnya (Poerwadarminta, 1985). Jadi IPS adalah suatu kebenaran IPS, atau kenyataan IPS, dan apa sebenarnya IPS itu.

1.    Sejarah, Definisi, Rasionalisasi dan Tujuan
a.         Sejarah
IPS merupakan terjemahan dari studi sosial (social studies) yang mulai diterapkan dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat sejak tahun 1915 setelah perang dunia pertama. Para ahli pendidikan di Amerika Serikat pada waktu itu berkesimpulan bahwa pengajaran Ilmu-ilmu sosial yang diajarkan secara sendiri-sendiri dalam bentuk disiplin ilmu, seperti: Sejarah, geografi, ekonomi, dan lain-lain tidak akan mampu membekali para subyek didik untuk dapat mengenal dan mengerti masalah sosial yang ada disekitarnya. Dengan demikian diintroduksikannya social studies yang diharapkan dapat mengatasi kekurangan.
Kelahiran Bidang Studi IPS dalam Kurikulum sekolah di Indonesia, banyak-banyak di ilhami oleh pengajaran social studies di Amerika Serikat. Bahkan istilah Ilmu pengetahuan sosial (IPS), adalah terjemahan dari apa yang dinamakan Social studies dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat (N. Daljuni 1981). Pengajaran IPS di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh pakar IPS pada tahun 1969 yaitu oleh Ibu Prof Dr. Soepartina Pakasi pada SD PPSP IKIP Malang. Pada tahun 1971 IPS dimasukkan dalam buku induk Depdikbud. Pada tahun 1972 sudah ramai diperbincangkan dalam rencana pembaharuan Kurikulum sekolah di Indonesia. Bidang studi IPS resmi di cantumkan dalam kurikulum pada tahun 1974. Pada tahun 1975 nama bidang studi IPS sudah tercantum dalam kurikulim SD, SMP, SMU. Pelaksanaannya dilaksanakan secara bertahap dimulai pada tahun 1976. Jadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia kelahirannya bersamaan dengan lahirnya kurikulum tahun 1975.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, dimana dunia pengajaran sekolah pada umumnya selalu tertinggal, maka IPS diperlukan sebagai wadah pengetahuan yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran sekolah. Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan baru yang sesuai dengan keadaan dan zaman. Maka melihat jenis dan susunan konsep/topik dalam IPS sungguh sangat banyak bervariasi dari berbagai ilmu sosial serta dari tuntutan-tuntutan persoalan kehidupan praktis.

b.      Definisi
Ilmu pengetahuan sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia di masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.

c.       Rasionalisasi
Rasionalisasi mempelajari IPS adalah agar siswa dapat:
1) Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
2) Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
3) Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial padakurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebabagi suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
1. Siapa diri saya?
2. Pada masyarakat apa saya berada?
3. Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
4. Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
5. Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses menuju kedewasaan.

d.      Tujuan
Berdasarkan pada falsafah suatu negara, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan IPS, yaitu:
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:
1) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2)  mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
3)  membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4)  meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41).

2.        Ips, Ilmu Sosial dan Bidang studi lain
a.    IPS
Ilmu pengetahuan sosial adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. 


Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah: 


1)        Antropologi, yang mempelajari manusia pada umumnya, dan khususnya antropologi budaya, yang mempelajari segi kebudayaan masyarakat. 
2)        Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan dalam masyarakat. 
3)        Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. 
4)        Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah dilembagakan. 
5)        Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan sosial dari bahasa. 
6)        Pendidikan, yang mempelajari masalah yang berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral.
7)        Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara).
8)        Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. 
9)        Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia.
10)    Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya.

b.      Ilmu social
Ilmu sosial (Inggris : social science) atau ilmu pengetahuan sosial (Inggris:social studies) adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda denganseni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan kualitatif. Istilah ini juga termasuk menggambarkan penelitian dengan cakupan yang luas dalam berbagai lapangan meliputi perilaku dan interaksi manusia pada masa kini dan masa lalu. Berbeda dengan ilmu sosial secara umum, IPS tidak memusatkan diri pada satu topik secara mendalam melainkan memberikan tinjauan yang luas terhadap masyarakat.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.

3.        IPS di SD
Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu / fusi. Hal ini di seduaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf  berfikir abstrak. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat sekolah dasar tidak menunjukan label dari masing-masing disiplin ilmu social. Materi disajikan secara tematik dengan mengambil tema-tema social yang dikaji berangkat dari fenomena-fenomena serta aktivitas social yang terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang semakin jauh dari lingkaran kehidupan siswa. Dengan demikian seorang guru yang akan melaksanakanproses pembelajaran IPS harus dibekali dengan sejumlah pemahaman tentang karakteristik pendidikan IPS yang meliputi pengertian dan tujuan pendidikan IPS, landasan filosofis pengembangan kurikulum pendidikan IPS serta disiplin-disiplin ilmu social yang dikembangkan dalam pendidikan IPS.

B.     KONTEN IPS
1.    Keterampilan                                 
Keterampilan dasar IPS dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Namun secara umum dapat terbagi atas :
a.   Work-study skills, contohnya adalah membaca, membuat outline, membuat peta dan menginterpretasikan grafik.
b. Group-process skills, contohnya adalah berpikir kritis dan pemecahan masalah.
c.  Social-living skills, contohnya adalah tanggungjawab, bekerjasama dengan orang lain, hidup dan bekerja sama dalam suatu kelompok.
Keterampilan IPS merupakan dasar seseorang untuk dapat berhubungan dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat maka NCSS (1971) mengemukakan bahwa terdapat beberapa keterampilan yang seyogianya dapat dimiliki, antara lain :
a.       Keterampilan Penelitian
Keterampilan penelitian diperlukan untuk mengumpulkan dan memproses data, seperti berikut ini :
1)      Mengidentifikasi dan mengklasifikasi data
2)      Mengumpulkan dan mengorganisasi data
3)      Menginterprestasi data
4)      Menganalisis data
5)      Mengevaluasi hasil
6)      Menggeneralisasi hasil
7)      Mengaplikasikan pada konteks yang lain

b.      Keterampilan Berpikir
Berpikir kritis adalah melihat sesuatu dengan jelas, sedangkan berpikir kreatif adalah melihat sesuatu dengan kreatif. Beberapa hal yang termasuk ke dalam keterampilan berpikir yang dapat dikembangkan guru dalam pembelajarna, antar lain berikut ini :
1)      Menetapkan sebab dan akibat.
2)      Mengevaluasi fakta.
3)      Memprediksi.
4)      Menyarankan konsekuensi-konsekuensi dari suatu fenomena.
5)      Meramalkan masa depan.
6)      Menyarankan alternatif pemecahan masalah.
7)      Mampu memandang sesuatu dari perspektif yang berbeda.

c.       Keterampilan Berpartisipasi Sosial
Beberapa ketearmpilan yang termasuk ke dalam keterampilan partisipasi sosial, antara lain berikut ini :
1)      Mengidentifikasi konsekuensi dari tindakan seseorang dan dampaknya terhadap orang lain.
2)      Memperlihatkan kebaikan dan perhatian terhadap orang lain
3)      Berbagi tugas dan membangun kerja sama dengan orang lain.
4)      Memfungsikan keanggotaan dan sebuah kelompok.
5)      Mengadopsi beberapa variasi dari peran dalam kelompok.
6)      Terbuka terhadap kritik dan saran.

d.      Keterampilan Berkomunikasi
Beberapa diantaranya yang termasuk dalam keterampilan untuk menunjang berkomunikasi adalah :
1)      Pemahaman tentang lambang dan sistem lambang, seperti warna dalam peta dan lambang >, =, + dalam matematika.
2)      Pemahaman tentang aturan dan ketentuan yang terkaitkan dengan sarana komunikasi.
3)      Pengungkapan gagasan secara jelas dan kreatif melalui berbagai bentuk komunikasi.

2.    Nilai dan Sikap
Nilai berbeda dengan sikap. Nilai bersifat umum, mempengaruhi perilaku seseorang terhadap jumlah objek dan terhadap orang. Nilai (values) itu tidak berkenaan dengan sesuatu yang khusus. Inilah yang membedakan nilai dan sikap. Sikap biasanya berkenaan dengan yang khusus. Suatu nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah itu baik atau buruk, nilai juga menilik kelakuan seseorang. Orang mendapatkan niai dan orang lain dalam lingkungannya.
Nilai yang dianut seseorang tercermin dari sikapnya. Nilai bersifat utuh, merupakan sistem di mana semua jenis nilai terpadu saling mempengaruhi. Dengan kuat sebagai satu kesatuan yang utuh.
Nilai juga bersifat abstrak. Oleh karena itu, yang dapat dikaji hanya indikator-indikatornya saja yang meliputi cita-cita, tujuan yang dianut seseorang, aspirasi yang dinyatakan, sikap yang ditampilkan atau tampak, perasaan yang diutarakan, perbuatan yang dilakukan serta kekuatiran yang dikemukakan (Kosasih Djahiri, 1985: 18).
Dalam pendidikan kita meyakini bahwa nilai yang menyangkut ranah afektif ini perlu diajarkan kepada siswa. Agar iswa mampu menerima nilai dengan sadar, mantap, dan dengan nalar yang sehat. Diharapkan agar para siswa dalam mengembangkan kepribadiannya menuju jenjang kedewasaan memiliki kemampuan untuk memilih (dengan bebas) dan menentukan nilai yang menjadi anutannya.
Mengajarkan nilai (value) lebih memerlukan “skill” dibanding dengan mengajarkan kepercayaan (belief) dan sikap. Kita tidak bisa menentukan bagaimana nilai itu beroperasi dalam dan anak sementara ia berbuat, atau bersikap terhadap sesuatu, padahal kita beranggapan bahwa “nilai” itu tercermin dalam sikap dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, dalam pendidikan nilai, guru tidak bisa segera mengambil kesimpulan mengenai hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Artinya, masih memerlukan waktu untuk menentukan apakah kegiatan belajar mengajarnya berhasil, kurang berhasil atau tidak berhasil, bagaimanakah nilai itu sendiri?
Pertama-tama, perlu diperhatikan bahwa pendidikan nilai harus ada kesesuaiannya dengan kehidupan di luar kelas. Kemudian, perlu diingat pula bahwa dalam pengajaran pendidikan nilai guru harus kreatif. Oleh karena itu, penyampaiannya tidak selalu harus mengacu kepada isi kurikulum yang tidak tertera dalam rancangan formal, misalnya dari pengalaman, dalam kehidupan sehari-hari. Nilai ang disampaikan adalah nilai yang esensial, sangat penting yang sangat berharga bagi kehidupan masyarakat. Dan tidak kalah pentingnya pula adalah pengajaran/pendidikan nilai harus bermula dari potensi anak menuju target pendidikan anak yang diharapkan. Tugas guru yang utama adalah meningkatkan tingkat kessdaran nilai pada anak, sadar bahwa ada sistem nialai yang mengatur kehidupan, sadar bahwa sistem nilai itu penting sekali bagi kehidupan manusia sehingga timbulkeinginan untuk memilikinya, bahkan merasa wajib untuk membina dan meningkatkannya, dan pada akhirnya yang bersangkutan berupaya untuk melakukannya dalam perbuatan sehari-hari.
a. Arti sikap
Sikap memiliki pengertian yang rumit karena itu terdapat berbagai rumusan tentang sikap yang dikemukakan para ahli, disebabkan adanya latar belakang pemikiran dan konsep yang berbeda. Menurut Thursone adalah keseluruhan dari kecenderungan perasaan, pemahaman, gagasan, dan rasa takut, perasaan terancam, dan keyakinan-keyakinan tentang sesuatu hal. Menurut Rochman Natawijaya (1984: 20) sikap adalah kesiapan seseorang untuk memperlakukan sesuatu objek, di dalam kesiapan itu ada aspek kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak. Kesiapan sendiri merupakan penilaian positif dan negatif dengan intensitas yang berbeda-beda untuk waktu tertentu, kesiapan itu sendiri bisa berubah-ubah.
b. Kaitan nilai dengan sikap
Nilai itu merupakan konsep tentang kelayakan yang dimiliki seseorang atau kelompok, yang mempengaruhi bagaimana seseorang atau kelompok memilih cara, tujuan, dan perbuatan yang dikehendakinya sesuai dengan anggapannya bahwa pilihannya adalah yang terbaik.nilai yang dimiliki seseorang dapat mengekspresikan mana yang lebih disukai mana yang tidak. Dapat disimpulkan bahwa nilai menyebabkan sikap. Yang selalu terjadi adalah satu sikap disebabkan oleh banyak nilai (values).
Di dalam sikap telah terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak. Dapat disimpulkan terdapat kaitan antara nilai dengan aspek-aspek kognitif, aspek afektif, dan kecenderungan bertindak.
Dari kajian para ahli dapat ditegaskan sebagai berikut:
1.        Ada hubungan timbal-balik antara nilai dengan kognitif.
2.        Ada hubungan timbal-balik antara afektif dengan kognitif.
3.        Nilai mempengaruhi kesiapan seseorang yang pada akhirnya akan menuju kepada terwujudnya perilaku yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan penghayatan terhadap “belief” (keyakinanya).
Butir-butir nilai dan sikap yang dapat dikembangkan dari materi IPS di kelas 3 dan 4 banyak sekali, dan hal itu sesungguhnya merupakan tanggung jawab guru IPS sebagai pengembang kurikulum di kelas.

3.    Fakta
Fakta merupakan dasar untuk pengajaran kognitif dalam IPS. Ada dua hal yang mempunyai hubungan erat dan harus dikembangkan dari fakta dasar IPS yakni konsep dan generalisasi. Konsep dikembangkan dari fakta yang dipelajari, sedangkan generalisasi dikembangkan dari hubungan antar konsep dalam suatu pola yang mempunyai arti.
Struktur ilmu sosial tersusun dalam tiga tingkatan, dari yang paling sempit ke yang paling luas, yaitu : 1) fakta, 2) konsep, dan 3) generalisasi. Ketiga hal itu yang membangun materi ilmu-ilmu sosial. Fakta : adalah kenyataan yang ada disekitar kita yang tidak terbatas jumlahnya. Fakta : adalah ramuan dari pemikiran atau bahan dasar pembentuk konsep. Fakta : pesan indrawi Contoh kategori dari fakta : obyek , peristiwa, proses, dan sebagainya. Ciri khas fakta adalah “buntu” tidak lebih dari pada apa yang tampak.
Cara terbaik memotivasi peserta didik untuk dapat membaca fakta dan menemukan konsep serta menggeneralisasikan yang dibahas secara terpadu. Konsep = suatu kesatuan atribut yang berkaitan dengan simbol tentang objek , peristiwa, dan proses. Konsep dapat dipahami bila dibahas tentang atribut, kelas (golongan), dan simbol. Atribut : ciri yang membedakan peristiwa atau proses dari obyek lainnya. Atribut dapat didasarkan atas fakta berupa informasi konkret yang dapat di buktikan melalui laporan seseorang atau hasil pengamatan langsung. Laporan verbal, gambar-gambar, chart yang berisi data, dapat digunakan untuk mengkomunikasikan atribut. Kelas : pengelompokan kategori dari benda, kejadian atau pikiran.
Setiap kelas memasukkan atribut yang sama dan memgeluarkan atribut yang berbeda atau tidak berhubungan . kelas didasarkan pada atribut yang telah ditentukan. Contoh : semua orang dapat kita masukkan ke kelas tertentu: pria.... wanita, guru....murid, kaya....miskin, dan lain lain. Simbol. Setiap kelas dapat dinyatakan dengan simbol. Simbol dapat dinyatakan dengan kata, tanda, gerakan badan, angka sebagai alat untuk mengkomunikasikan dengan kelas lain. Konsep juga dapat dilihat dari pengertian connotative dan dennotative.

4.    Generalisasi
Generalisasi adalah hubungan beberapa konsep atau rangkaian hubungan antar konsep konsep. Karena itu generalisasi dapat berbentuk proposisi, hipotesis, inferen, kesimpulan, dan pemahaman.
a. Ciri ciri generalisasi:
1.     Menunjukan hubungan dua konsep atau lebih.
2. Bersifat umum dan merupakan abstraksi yang menunjukan bagian keseluruhan kelas.
3.   Tingkat abstraksi yang lebih tinggi dari sekedar konsep.
4.  Berdasarkan pada konsep dan dikembangkan atas dasr penalaran dan bukan hanyaberdasrkan pengamatan semata.
5. Berisi pernyatan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya dan validasi, artinya diuji berdasarkan bukti bukti yang pasti dengan menggunakan sistem penalaran.
6. Bukan sekedar pernyatan yang ditegaskan akan tetapi satu kesatuan pengertian
b.   Fungsi generalisasi:
1. Sebagai tujuan umum study sosial.
2. Membantu dalam pemilihan bahan pengajaran
3. Mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar
4.Membantu dalam membangun bahan bahan pengajaran dalam kurikulum study
c. Perbedaan konsep dan generalisasi:
1.       Generalisasi adalah dasar yang dituangkan dalam kalimat yang komplek. Konsep adalah suatu kesatuan atribut.
2.      Generalisasi memiliki tesis yang menunjukan sesuatu tentang subjek kalimat. Konsep tidak memiliki tesis.
3.       Generalisasi bersifat obyektif, sedangkan konsep bersifat subyektif.
4.      Generalisasi mempunyai aplikasi yang universal, konsep hanya terbatas pada orang orang tertentu.















BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Dari artikel di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS adalah salah satu ilmu yang penting dalam menjalani kehidupan, karena di dalamnya terdapat disiplin-disiplin ilmu social yang bermanfaat bagi kehidupan. Seperti yang telah di paparka di atas mengenai Hakikat dan Konten IPS, di dalamnya terdapat materi-materi dan sejarah serta nilai dan sikap dalam ilmu social yang berguna dalam aktivitas bersosialisasi dengan lingkungan.

B.     SARAN
Materi yang telah di paparkan di atas menurut kami cukup penting dan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu para pembaca agar dapat mempraktekan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Dan jangan berhenti disini dalam mempelajari ilmu-ilmu social, karena masih banyak lagi materi-materi yang dapat pembaca pelajari dari makalah-makalah maupun buku-buku yang lain.











DAFTAR PUSTAKA





supriatna, nana. (2001). “Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS di SD”.

http://phierda.wordpress.com/2012/10/30/nilai-sikap-dan-keterampilan-dalam-pembelajaran-ips-sd-2/  

Tidak ada komentar: